Kehidupan di dunia memang berjalan seperti nasehat Sang Budha di atas. Setidaknya itulah romantika kehidupan yang dialami kedua tokoh dalam cerita kita kali ini. Tokoh yang pertama adalah Leo, seorang sopir taksi berusia 31 tahun yang melewatkan hari demi hari kehidupannya dengan beragam nuansa: terkadang sangat melodramatis, romantis, sentimentil, bahkan lucu.
Selama bekerja sebagai sopir taksi di ibukota selama beberapa tahun Leo telah banyak menemui kejadian yang menegaskan fenomena itu. Suatu ketika, ia mengembalikan dompet seorang ibu yang ketinggalan di taksinya.Sesungguhnya, ia tidak mengharapkan keuntungan apa-apa dari situ, sebab baginya kejujuran dan kepolosan sudah menjadi bagian integral dari jiwa, tubuh dan segenap aktifitas kesehariannya.
Kalau pun kemudian, si ibu dengan ekspresi wajah lega dan ucapan terima kasih tak terhingga, lalu memberikan uang sebagai penghargaan atas ‘jasa’ nya, dan kemudian dengan halus si sopir itu menolaknya, itu semata-mata karena apa yang telah ia lakukan sudah menjadi tugasnya. Komitmen Leo untuk menjunjung tinggi ‘harkat ke-supir taksi-an’ saya, tak lebih. Pada kesempatan lain, ia menolong seorang korban kecelakaan lalu lintas di depan kampus sebuah perguruan tinggi.
Ia segera membawanya ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat, dengan tidak memperhitungkan lagi berapa tarif taksi yang dapat diperolehnya bila ia tetap mengabaikan kejadian itu. Semua terasa seperti tindakan ‘bawah sadar’ yang telah terbentuk sedemikian rupa selama bertahun-tahun, sejak ayahnya yang telah almarhum menanamkan nilai-nilai kearifan tradisional dalam diri Leo.
Hari itu Leo kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Untuk yang satu ini memang bukan rutinitas yang lazim, karena setiap petang tiba, ia menjemput Bella (25 tahun), tokoh sentral berikutnya, yang adalah seorang wanita panggilan ‘kelas atas’ yang tinggal di sebuah rumah mewah di sebuah kompleks pemukiman real estate, untuk kemudian membawanya ke suatu tempat, di mana saja, yang telah disepakati sebelumnya oleh pelanggan setianya itu. Bella sudah menyewa taksi Leo selama enam bulan.
Jadi pada jam-jam tertentu–biasanya petang hari–Leo menjemputnya di rumah tersebut, membawanya ke tempat yang senantiasa berbeda-beda tergantung mana yang ditunjuk wanita itu, lantas mengantarnya kembali pulang setelah ‘bisnis’-nya usai pada jam-jam tertentu pula. Bella membayar cukup mahal untuk tugas tersebut dan Leo menerima itu sebagai bagian tak terpisahkan dari harkat ‘ke-supir taksi-an’ nya. Ia tidak menganggap itu sebagai kerja yang hina lantaran menerima bayaran dari hasil desah dan keringat maksiat Bella. Ini bagian dari tugas, demikian ia mencari alasan pembenarannya. Leo selalu menganggap persetan dengan semua anggapan sinis tentang dirinya. Baginya, ia tetap memiliki hak untuk menentukan sikap dan melakukan apa yang terbaik bagi
dirinya sendiri. Prinsip sederhana memang tapi logis. Sudah empat bulan lamanya Leo melakukan ‘tugas rutin’ itu. Ia sudah berusaha menghilangkan beban psikologis apa pun termasuk perasaan cinta. Terus terang sebagai seorang pria, Leo memang tidak dapat mengingkari kata hati bahwa Bella memang cantik dan diam-diam ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Dengan rambut sebahu, wajah oval proporsional, hidung bangir, kulit putih dan postur tubuh ramping semampai, Bella tampil mempesona mata setiap pria yang melihatnya, termasuk dirinya. Sebagai lelaki bujangan dan normal, Leo tidak dapat menepis getar-getar aneh saat wangi parfum Bella yang khas menyerbu hidung ketika ia masuk ke taksinya. Tapi ia berusaha menekan perasaan itu sekuat-kuatnya.
Terlebih, ketika muncul rasa cemburu, saat Bella terlihat digandeng oom-oom kaya yang lebih pantas menjadi ayahnya. Leo seyogyanya harus menempatkan diri pada posisi yang benar: ia adalah pelanggan dan saya hanya supir taksi. Maka ia mematuhi ‘rambu-rambu’ itu secara konsisten. Terlebih secara fisik dan finansial ia kalah jauh dibanding Bella, mana mungkin wanita gedongan dan sudah terbiasa menikmati kemewahan seperti Bella mau dengan sopir taksi miskin dengan tampang ndeso seperti dirinya, bukankah itu bagaikan pungguk merindukan bulan? Leo cukup tahu diri mengenai hal ini. Percakapan mereka pun, baik ketika pergi maupun pulang, biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa, bahkan nyaris bersifat rutin. Leo berusaha menjaga jarak dengan Bella agar tidak terlibat lebih jauh ke masalah yang sifatnya terlalu pribadi. Namun belakangan ini sudah ada sedikit ‘peningkatan kualitas pembicaraan’. Tidak hanya sekedar, ‘Mau ke mana?’ atau ‘Jam berapa mau dijemput?’, dan sebagainya. Bella mulai menanyakan latar belakang pribadi sang sopir langganannya itu hingga menanyakan ada berapa jumlah penumpang di taksinya untuk hari ini. Tentu Leo pun ada rasa gembira pada perkembangan menarik ini. Mulanya sang sopir agak rikuh tapi perlahan ia mulai dapat menyesuaikan diri dan menjadi pembicara atau pun pendengar yang baik.
Seiring berjalannya waktu, hubungan emosional mereka pun berlangsung hangat. Bella mulai tak canggung-canggung mengungkap riwayat hidupnya pada si sopir. Ia ternyata produk keluarga broken home. Ayah dan ibunya bercerai ,ibunya kabur bersama pria lain sehingga ia ikut ayahnya yang pemabuk dan tukang main pukul. Ia tidak tahan dan prihatin dengan kondisi seperti itu sehingga memutuskan untuk minggat dari rumahnya dan mengadu nasib ke ibukota. Kuliahnya pun tidak selesai. Awalnya ia tinggal di rumah seorang famili jauhnya dan mulai mencari pekerjaan agar dapat mandiri.
“Saya harus terus hidup dan berjuang”, kata Bella menetapkan hati.
Bermodalkan kecantikan dan keindahan tubuhnya, ia menjadi SPG lalu tak lama mulai memasuki dunia model. Foto-foto dirinya pernah menghiasi majalah fashion, lifestyle hingga majalah pria dewasa. Selain itu ia juga mendapat peran kecil dalam beberapa sinetron lokal. Namun, tanpa disadarinya, perlahan namun pasti ia terjerumus ke lembah nista. Kehidupan malam dan hingar bingar pesta, sepertinya memberikan keleluasaan baru dan ia bagai memperoleh jati diri di sana. Sejak itu Bella pun dikenal sebagai model plus-plus, ia menjadi primadona di kalangan atas. Hampir semua klien-nya siap melakukan apa pun untuk berkencan dengannya. Belakangan, ia kemudian menjadi ‘simpanan’ seorang direktur sebuah bank swasta ternama di negeri ini, dengan tip dan bayaran yang sangat besar plus rumah mewah komplit segala isinya. Sang Direktur hanya datang pada waktu-waktu tertentu saja untuk menemui Bella. Meskipun begitu, profesinya tak juga ditinggalkan, selain menjadi model ia menjadi wanita panggilan kelas atas.
“Saya menyukai pekerjaan ini,” katanya suatu ketika, suaranya terdengar serak dan terkesan dipaksakan.
Leo melirik melalui kaca spion, wanita cantik itu duduk santai di belakang, menyelonjorkan kaki dan menyalakan rokok. Leo tersenyum dan kembali mengalihkan pandangan ke depan. Bella tak menjelaskan lebih jauh pernyataan yang telah dikeluarkan. Hanya kepalanya terangguk-angguk pelan menikmati lagu melankolis ‘When A Man Loves A Woman’-nya Michael Bolton yang mengalun dari radio di tape mobil Leo.
“Omong-omong…Abang sudah punya pacar atau udah berkeluarga?” tanyanya tiba-tiba.
Kontan Leo gelagapan dan agak kehilangan konsentrasi mengemudi.
“Saya sih udah cerai Mbak” ia menjawab tersipu, “ya waktu masih di kampung dulu sampai sekarang yah ginilah, masih sendiri”
Sebuah jawaban yang jujur terlontar dari mulut si sopir itu. Bella terkekeh. Ia menghirup rokoknya dalam-dalam. Rimbun asapnya mengepul-ngepul, memenuhi kabin taksi. Leo menelan ludah.
“Kalau Mbak Bella sendiri bagaimana?” ia balik bertanya.
“Abang tahu sendiri, kan? Banyak. Banyak sekali,” sahut Bella, suaranya terdengar hambar, kedengarannya ia seperti melontarkan sebuah lelucon atau apologi? entahlah
“Banyak memang. Tapi hampa,” Leo menanggapi dengan getir.
Untuk beberapa saat Bella terdiam. Ia mematikan rokoknya, lalu merenung…lama. Hanya deru mesin mobil dan getar alat air conditioner taksi terdengar. Lalu lintas di larut malam itu memang telah sepi. Sebagian lampu jalan telah dipadamkan. Leo tiba-tiba menyadari kecerobohan dan kelancanganya, maklum sebagai orang kampung ia terbiasa bicara ceplas-ceplos apa adanya.
“Eh…maaf ya Mba,apa saya….”
“Nggak apa-apa Bang. Itu emang benar, mereka hampa, cuma punya tubuh dan nafsu, bukan jiwa dan cinta,” Bella bertutur dengan lirih.
Leo menghela nafas panjang, ia merasa dadanya sesak, simpati pada nasib wanita secantik Bella harus bernasib demikian.
“Hidup menawarkan banyak pilihan, Mbak.”
“Tapi saya tak punya pilihan!” sangkal Bella dengan nada suaranya meninggi.
“Kearifan menyikapi dengan landasan moral, itu kunci untuk memilih. Kita memang tak akan pernah tahu apakah pilihan hidup kita sudah tepat. Tapi setidaknya, kita mesti punya pegangan yang kokoh untuk menentukan ke mana kita mesti melangkah,” Leo berkata lembut berusaha menghiburnya.
Terdengar nafas berat Bella di belakang. Suasana terkesan kering dan kaku.Keduanya tak bercakap-cakap lagi hingga taksi Leo tiba di gerbang depan rumah yang dituju.
Bella hanya mengucapkan ‘Selamat malam. Sampai jumpa besok sore’.
Leo pun pulang ke rumah kontrakannya dengan rasa bersalah yang bertumpuk, sepertinya ia telah menyinggung wanita itu dengan omongannya. Ketika selesai tugas malam itu, ia menemukan sebuah lipstick di lantai belakang taksinya.
Keesokan harinya
Hari itu adalah hari terakhir kontrak sewa Leo dengan Bella. Ia menjalani rutinitas ekstranya seperti biasa, ia menjemput Bella pada waktu dan tempat yang sama.
“Maaf, apa ini punya Mbak? Kemarin saya nemuin di belakang” kata Leo sambil menunjukkan lipstick yang dipungutnya kemarin
“Ohh…iya benar, makasih ya Bang, sepertinya jatuh waktu saya ngambil rokok kemarin” Bella tersenyum berterima kasih seraya mengambil lipstick itu.
Kekakuan komunikasi akibat ‘insiden’ semalam berangsur-angsur lenyap. Leo pun berusaha untuk lebih hati-hati berkata-kata agar menjaga perasaan Bella.
“Apa Mbak tidak bosan dengan rutinitas seperti ini?” ia membuka percakapan,
“Apa Abang punya ide yang baik?” wanita cantik itu balas bertanya.
“Yah… misalnya rutinitas yang baru. Kawin dengan lelaki yang mampu memberi nafkah cukup lahir batin–tidak sekedar limpahan materi yang semu belaka, hidup bahagia, punya anak dan menikmati kehidupan,” Leo mengucapkan kalimat tersebut sesantai mungkin tanpa beban, ia ingin mendengar pendapat Bella mengenai hal ini.
Sejenak Bella terdiam. Leo kembali melirik ke belakang lewat kaca spion mobil. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan make up tipisnya, parasnya yang memukau seperti bercahaya, dibanding para pelacur warung remang-remang atau pinggir jalan tentu ibarat bumi dan langit. Ia melepas pandang ke luar melalui kaca jendela taksi yang buram, sepertinya memikirkan sesuatu.
“Itu angan-angan yang terlalu ideal, Bang,” jawabnya pada akhirnya.
“Jangan melihat ini sebagai sesuatu yang naif, Mbak. Saya rasa pendapat saya cukup realistis. Gak mengada-ada. Setiap orang, baik lelaki maupun wanita, pasti pernah berpikir mengenai hal itu: Kebahagiaan hidup berkeluarga. Semuanya akan kembali pada prinsip dan keinginan orang yang bersangkutan, sepanjang ia sadar dan yakin hal itu bakal memberikan ketenteraman bagi jiwanya, hatinya dan segenap aktifitas kesehariannya,” Leo mencoba berargumen.
“Kita punya takaran penilaian yang berbeda Bang. Tak akan bisa bertemu. Jangan terlalu banyak bermimpi. Kita hidup berada dalam kemungkinan-kemungkinan. Apa yang bakal terjadi kemudian, kita gak bisa menebak. Dan itu sering tidak persis sama seperti yang kita bayangkan,” ujar Bella lirih dengan bibir bergetar.
Leo menarik nafas, putus asa.
“Apakah Mbak menganggap bahwa lakon hidup yang Mbak lakukan selama ini sama persis seperti yang Mbak bayangkan sebelumnya?”
“Memang gak sama Bang. Bahkan sangat jauh berbeda. Saya gak pernah mengimpikan menjalani kehidupan seperti ini. Tapi, bukankah ini bagian dari kemungkinan-kemungkinan hidup? Gak berarti saya mengatakan bahwa saya menolak kehidupan berkeluarga. Saya bukan orang yang munafik lah, terus terang dalam hati saya tetap mendambakan seorang suami yang dapat menyayangi dan memanjakan saya serta anak sebagai tambatan hati. Namun, kalau saya telah menemukan ketenangan pada profesi yang saya lakoni saat ini, bagi saya bukanlah suatu pilihan yang keliru. Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memaknai hidupnya.”
“Apa Mbak merasa bahagia dengan memaknai hidup dengan jalan ini?”
“Saya gak bisa menjawabnya Bang. Abang gak akan pernah tahu ukuran dan nilai kebahagiaan bagi saya seperti apa. Begitu pula sebaliknya. Kita punya ‘nilai rasa’ yang berbeda dalam menakar kebahagiaan,” Bella bertutur pelan dengan tidak mengalihkan pandangan ke arah luar taksi.
Leo terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar, wanita itu cukup konsisten memegang prinsipnya. Mendadak, kesedihan merambah dalam hati sopir taksi itu. Hari ini adalah hari terakhirnya bersama Bella. Besok, Bella akan berangkat berlibur ke Singapura dan Australia mendampingi sang direktur selama sebulan. Ia tidak tahu apakah Bella akan menyewa ‘jasa’ nya lagi kelak atau mungkinkah mereka bisa bertemu lagi kelak. Baginya itu tidak penting. Kebersamaan dengan wanita penghibur kelas atas itu selama ini, tanpa sadar membangkitkan rasa cinta dan keinginan melindungi dalam hatinya. Wanita itu bukan hanya sekedar langganan, namun telah menjadi teman baginya. Melalui kaca spion mobil, ia melirik Bella. Ia begitu cantik, sangat cantik, mengapa bunga yang begitu indah harus terhanyut dalam kubangan kotor? Leo membatin sekaligus nelangsa. Tak lama kemudian, mereka telah sampai ke tujuan. Leo segera mematikan mesin mobil dan pikirannya galau sepanjang menanti panggilan dari Bella untuk mengantarnya pulang, tak terasa lima puntung rokok telah habis sampai kotak rokoknya kosong. Hujan deras mengguyur ibukota di tengah perjalanan pulang mengantarkan wanita itu. Setibanya di rumah Bella, Leo turun dan mengeluarkan pBellang sebelum membuka pintu belakang dan memBellangi wanita itu hingga ke gerbang.
“Bang, masuk dulu aja, minum dulu sambil tunggu hujan reda!” tawar Bella setelah membuka gembok.
“Tapi Mbak…”
“Sudahlah Bang, masuk saja, hujannya terlalu deras, mana ada yang numpang saat-saat gini?” Bella malah menarik lengan Leo memasuki pekarangan rumahnya.
Leo tidak bisa menolak lagi ajakan wanita itu, malah hati kecilnya merasa girang. Mereka berlari kecil ke pintu. Bella membuka pintu dan mempersilakan sopir taksi itu masuk. Leo langsung merasakan kehangatan begitu memasuki rumah itu. Bella memang pandai menata interior ruangan sehingga kelihatan menarik dan nyaman. Dekorasi ruangan tamunya bertema oriental, beberapa buah patung menghiasi berbagai sudut. Leo terbengong-bengong memandangi sekitar ruangan itu, entah perlu gaji berapa puluh tahun baru bisa membeli rumah seperti ini.
“Duduk Bang!” Bella mempersilakannya duduk di sofa “mau minum apa nih? Teh? Kopi? Juice?” tawarnya sambil ke mini bar dekat situ.
“Kopi panas aja Mbak, makasih ya!” jawab Leo sambil menjatuhkan diri di sofa.
Ada beberapa majalah dan surat kabar di bawah meja ruang tamu. Leo pun membuka-buka sebuah majalah sambil menunggu Bella membuatkan minum. Di sebuah sudut ruangan nampak sebuah koper besar dan sebuah yang kecil, Bella memang telah selesai mengepak barang-barang yang akan dibawa sehingga besok tinggal diangkut ke mobil.
“Silakan Bang, diminum dulu kopinya” tiba-tiba Bella sudah berada di depannya dan meletakkan segelas kopi yang masih mengepul atas meja di depanku.
Badannya agak membungkuk, sehingga sopir taksi itu bisa melihat sekelebatan tonjolan dua bukit dadanya yang kencang dan dibalut bra hitam lewat gaun terusannya yang longgar. Sejenak dadanya berdesir dan ia merasa celananya tiba-tiba menjadi sempit.
“Makasih ya Mbak!”
Bella kemudian duduk di sebelahnya cukup dekat untuk ukuran seorang sopir taksi dan penumpangnya. Keduanya mulai mengobrol dan bercerita tentang apa saja, juga saling bertukar lelucon dan mereka tertawa lepas.
“Ini hari terakhir kita bertemu Bang! Besok saya pergi…makasih ya bantuannya selama ini” kata Bella berkata sambil menghela nafas.
Hingga suatu saat, Leo memberanikan diri dengan dada berdebar keras memegang jemari tangan wanita itu, ia ingin memberinya penghiburan sebelum pergi jauh dalam waktu relatif lama. Bella agak tertegun, tapi tidak menolak.
“Mbak…jaga diri di sana ya” kata Leo singkat.
Bella tersenyum, “Ya…makasih, Abang juga, semoga dapat jodoh yang baik” balasnya.
Tiba-tiba Bella melepaskan tangan sopir taksi itu lalu berdiri kemudian menuju kamarnya.
“Tunggu bentar ya Bang!” katanya sambil tersenyum penuh arti, ia lalu mengambil remote TV di meja ruang tamu dan menyalakan TV di depan mereka, “nonton aja dulu ya sambil nunggu!” lalu ia masuk ke kamarnya.
Di ruang tamu, Leo mendengar sBellap-sBellap suara air yang mengucur deras dari dalam kamar itu. Rupanya di dalam ada kamar mandi dalam. Tak lama kemudian, Bella keluar dari kamarnya, kini ia sudah memakai kimono sutra berwarna biru. Sungguh cantik dan menggairahkan ia dalam balutan pakaian tersebut, belahan pahanya memperlihatkan pahanya yang indah.
“Ayo sini Bang!” ajak Bella sambil menggandeng tangan Leo.
“Tapi Mbak…mau apa?” Leo gugup dengan ajakan wanita tersebut.
Ia menurut saja walau merasa canggung karena baru pernah seorang wanita mengajaknya masuk ke kamarnya seperti ini.
“Eeennggg….kamarnya bagus ya Mbak!” pujinya sambil menutup kegugupan, “kita mau apa Mbak?”
Bella hanya menjawab terima kasih, dia terus menuntun Leo hingga memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi, ia melihat air kran masih mengucur deras hampir memenuhi separuh dari bathtub. Wangi harum dari bubble bath segera memenuhi paru-paru pria itu.
“Bang…makasih ya atas bantuannya selama ini” kata Bella lalu tiba-tiba merangkul sambil mendorong Leo ke belakang sehingga tubuh pria itu terhimpit ke tembok, tangannya lalu meraba sekujur tubuh sopir itu, “abang orang baik, tulus, jarang saya temui orang seperti abang jaman sekarang ini, apalagi di dunia saya”
“Eeee…apaan nih Mbak?” Leo mencoba menghindar antara mau dan tidak.
“Anggap ini hadiah perpisahan dari saya Bang…sekaligus terima kasih untuk mengembalikan lipstik saya itu” habis berkata Bella lalu mencium Leo dengan bernafsu sekali sambil tangannya meremas-remas selangkangan pria itu.
Iman Leo pun dengan cepat runtuh. Ia pun membalasa mencium dan memagut bibir indah Bella sambil tangannya meremas lembut pantatnya. Bella mulai melepaskan satu persatu kancing seragam sopir Leo. Belaian tangan lembut wanita itu pada dadanya sungguh membangkitkan gairah si sopir taksi, kelelakiannya terasa makin keras sehingga celana panjangnya terasa semakin sesak. Tangannya agak gemetar dan mulai berani meraba dan meremas lembut bukit dada Bella. Wanita itu melenguh dan semakin ganas dengan permainan “french kiss” nya. Sebentar saja seragam sopir itu sudah lepas dan jatuh ke lantai. Bella melanjutkan dengan membuka celana panjang pria itu. Leo pun mulai melepaskan tali pinggang yang membalut kimono Bella. PBelladaranya yang sudah membusung dengan putingnya yang tegak telah membayang di balik kimononya, terlihat jelas ia sudah tidak memakai bra lagi.
Bella meraba dan meremas lembut batang kemaluan Leo yang masih dibalut celana dalamnya. Dia memainkan jemarinya dan mulai merogoh masuk celana dalam itu, menjemput batang kelelakian si sopir taksi. Dengan sekali tarik, terbukalah kimono Bella, wanita itu lalu meloloskan tangannya sehingga kimono itu segera jatuh ke lantai. Betapa indah tubuh di baliknya yang sudah tidak memakai apa-apa lagi, kulitnya putih mulus dan begitu terawat. Kemaluannya ditumbuhi bulu-bulu yang halus dan dicukur rapi, tidak terlalu lebat, tapi juga tidak terlalu tipis. Celah kewanitaannya membayang di balik bulu-bulu tersebut. Telanjang sudah wanita cantik itu di depan Leo yang selama ini mengisi fantasinya. Bukit dadanya yang ranum dengan putingnya yang berwarna kemerahan telah menegang seolah menantang untuk mengulumnya. Perlahan, Leo mulai menyusuri bukit dadanya yang sebelah kiri dengan lidahnya. Ia memainkan lidahnya hingga ke putingnya. Bella pun mendesis saat lidah pria itu menyentil dan mengitari putingnya, sementara tangan kiri pria itu meremas lembut dan memainkan bukit dada dan putingnya yang kanan. Bella mendesah nikmat. Tangannya merenggut celana dalam Leo dan menurunkannya dengan cepat hingga terlepas ke lantai. Dengan ganas ia memainkan dan mengocok batang kelelakian yang telah ereksi maksimal itu.
“Yuk…kita sambil berendam aja!” Bella “menuntun” penis Leo menuju bathtub.
Leo hanya bisa pasrah tidak bisa berkata-kata menikmati pelayanan Bella. Ia merebahkan diri ke dalam bathtub dan Bella dengan perlahan mengocok dan mengurut penisnya di antara busa-busa sabun dan air hangat. Wanita duduk di antara dua kakinya sambil masih terus mengurut dan mengocok penisku. Leo memejamkan mata menikmati setiap sensasi yang menjalari sekujur tubuhnya. Rasa geli yang nikmat ia rasakan setiap gerakan lembut tangan Bella beraksi naik turun.
“Eeemmmhhh…enak Mbak…!” erang Leo.
Entah berapa lama ia menikmati permainan tangan Bella. Lalu ia menarik bahu wanita itu dan membalikkan badannya ke arah badannya. Dipeluknya Bella dari belakang. Kini gilirannya untuk memberikan kenikmatan buat wanita itu. Tangannya memainkan pBelladaranya dengan jalan meremas, meraba dan memilin-milin lembut dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya juga tidak tinggal diam, memainkan paha, lipat paha dan daerah gerbang kewanitaan Bella. Bella mengerang, mendesis dan melenguh. Hidung dan lidah Leo menciumi dan menjilati daerah di belakang daun telinga Bella dan sekitar tengkuknya. Jari-jari kasarnya memilin dan memencet-mencet lembut klitoris dan labia mayora wanita itu.
“Oohhhhhh….Bang, enak Bang…terushhh…saya milikmu malam ini!” desah Bella
Leo sedang menciumi leher Bella, tangannya meremas lembut pBelladara montok itu. Bella yang sudah sangat berpengalaman dalam hal ini, tak mau kalah. Ia mengocok pelan penis Leo. Sopir bertampang ndeso itu pun semakin buas karena terangsang, ia memutar wajah wanita itu ke belakang lantas bibir mereka bertemu, saling pagut, saling gigit, lidah keduanya berbelitan dan air ludah mereka bercampur
Akhirnya setelah seperempat jam, mereka pun menyudahi pemanasan yang penuh gairah itu karena kulit mereka mulai keriput disebabkan oleh terlalu lamanya kami berendam dalam air bubble bath. Bella menciumi wajah ndeso itu dengan penuh kelembutan dan akhirnya keduanya melakukan “french kiss” lagi dengan posisi saling mendekap. Setelah puas melakukan “french kiss”, Bella berdiri dan memutar kran shower untuk membilas tubuh mereka. Di bawah derai siraman air shower, keduanya kembali berpelukan dan melakukan “french kiss” lagi. Saling meraba, saling mengelus dan menyusuri tubuh pasangan masing-masing.
Rupanya Bella sudah birahi tinggi. Ia menaikkan satu kakinya ke pinggir bathtub dan menuntun penis Leo ke arah gerbang kewanitaannya.
“Saya udah kepengen banget Bang, ayo setubuhi saya…buat saya menggelepar keenakan!” pintanya.
Leo membantunya sambil tangan kirinya memilin-milin puting pBelladara kanannya. Ia menggeser-geserkan ujung kepala kemaluannya pada klitorisnya. Perlahan, ia mendorong masuk penisnya ke dalam liang kemaluan Bella. Pelan.. lembut.. perlahan.. sambil terus mengulum bibir merahnya. Bella mendekap si sopir taksi sambil mendesis di sela-sela ciuman mereka. Akhirnya amblaslah kira-kira tiga per empat dari panjang kemaluan Leo, dan mulai maju-mundur menggenjot vagina wanita itu. Bella memejamkan matanya sambil terus mendesis dan melenguh. Ia memeluk pria itu semakin kencang. Leo mengBellankan pantatnya semakin cepat dengan tusukan-tusukan dalam yang ia kombinasikan dengan tusukan-tusukan dangkal. Bella membantu dengan putaran pinggulnya, membuat batang kemaluan Leo seperti disedot dan diputar oleh liang kemaluannya. Guyuran air shower menambah erotis suasana dan nikmatnya sensasi yang mereka alami.
Leo merasakan lubang kemaluan Bella semakin licin dan semakin mudah baginya untuk melakukan tusukan-tusukan kenikmatan yang mereka rasakan bersama. Setelah agak lama melakukan posisi ini, Bella menarik pantatnya sehingga batang kemaluan pria itu terlepas dari lubang kemaluannya. Kemudian ia membalikkan badannya dan agak membungkuk, menahan tubuhnya dengan berpegangan pada dinding kamar mandi. Rupanya dia ingin merasakan posisi “rear entry” atau yang lebih populer dengan istilah “doggy style”. Kemaluannya yang berwarna merah jambu sudah membuka, menantang, dan terlihat licin basah. Perlahan Leo memasukkan batang kemaluannya yang tegang kaku dan keras ke dalam lubang kemaluan Bella.
“Aaaahh….yahhh!” desis Bella dengan tubuh mengejang.
Leo mulai mengBellankan pantatnya maju-mundur, menusuk-nusuk lubang kemaluan Bella. Bella merapatkan kedua kakinya sehingga batang kemaluan pria itu semakin terjepit di dalam liang kemaluannya. Leo merasakan kenikmatan yang luar biasa dan sensasi yang sukar dilukiskan dengan kata-kata setiap kali ia menghujamkan kemaluannya. Tangannya meremas-remas pantat Bella bergantian dengan remasan-remasan pada pBelladaranya. Sesekali, ia menggigit-gigit kecil di daerah sekitar tengkuk dan pundak wanita itu.
Setelah cukup lama bergumul dalam posisi doggie, tiba-tiba Bella meminta berhenti lalu membalik badannya dari posisi “rear entry” ke posisi berhadapan.
“Nikmati aku sepuas-puasnya malam ini Bang, mungkin ini pertama dan terakhir kalinya buat kita!” katanya dengan nafas tersenggal-senggal.
Habis berkata Bella langsung mencium Leo dengan ganasnya sambil mencengkeram erat punggung pria itu, merapatkan tubuhnya dan meraih penisnya yang masih menegang. Leo mengangkat kaki kiri wanita itu dan mengarahkan penisnya ke liang kemaluannya. Dengan sekali dorong penis itu pun kembali memasuki liang kewanitaan Bella yang sudah sangat berlendir itu. Setelah penisnya masuk, Leo pun menyentak-nyentaik batang kemaluannya lagi, semakin keras, semakin cepat dan bertenaga. Keduanya semakin lepas kontrol, erangan mereka sahut-menyahut berpadu dengan suara shower akibat dilanda nikmat yang luar biasa.
“Aaaarrgghh….entot memekku, Bang…, yah…gituuuuuhh…yang keras, yang keras….oohhhh, kontol Abang enak bangettthhh!” ceracau Bella tidak karuan
Leo pun jadi merasa sangat perkasa dan semakin bergairah karena merasa berhasil membuat wanita itu keenakan. Maka ia semakin kuat menyodoki batang kemaluannya di dalam vagina Bella. Seiring dengan semakin kuatnya rintihan dan erangannya. Bella merasakan klimaksnya sudah sangat dekat.
“Saya keluaarr Bang..! Aaagghh..!” serunya sambil memeluk Leo erat-erat.
Bella merasakan liang kemaluannya berdenyut-denyut seperti menghisap-hisap kemaluan Leo. Pria itu juga merasakan tubuh Bella yang menjadi lemas setelah mengalami wanita orgasme. Namun ia masih saja memompa kemaluannya sambil menyangga tubuhnya. Mulutnya menghisap-hisap puting pBelladaranya, kiri-kanan sambil lidahnya berputar-putar pada ujungnya. Sesekali jari-jariku meraba dan memutar-mutar klitorisnya. Bella seperti orang yang sedang tak sadarkan diri. Dia hanya ber-ah-uh saja sambil sesekali menciumi bibir tebal Leo. Setelah beberapa saat, mendadak dia mengejang lagi, melenguh dan mengerang,
“Aaagghh..! Ooohh Bang…saya keluaarr lagii..!”
Bella engalami orgasmenya yang kedua kalinya atau istilahnya multiple orgasm. Bella menciumi pria itu dengan ganasnya sebagai ekspresi kenikmatan orgasme yang diraihnya.
“Mbak..tahan yah.. saya juga mau keluar sedikit lagi..” kata Leo sambil memacu pantatnya lebih cepat lagi menghujam liang kemaluan Bella.
Bella hanya bisa pasrah. Akhirnya, Leo pun merasakan sebuah gelombang besar yang mencari jalan keluar. Ia mencoba untuk menahannya selama mungkin, tapi gelombang itu semakin besar dan semakin kuat, maka ia mengatur pernapasan, berkonsentrasi penuh. Tangannya yang kokoh mendekap erat tubuh Bella.
“Aaahhh…saya keluar Mbaaakkk!” erangnya melepas orgasme
Leo merasakan kenikmatan yang luar biasa menjalari sekujur tubuhnya. Ada rasa hangat menyelubungi tubuhku. Kemaluannya berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Bella. Perasaan yang baru pernah dirasakannya seumur hidup, bahkan dengan mantan istrinya di kampung yang lugu dan gagap seks. Bella menjerit kecil merasakan semburan hangat memenuhi vaginanya memberinya sensasi nikmat yang luar biasa.
“Fantastis…beneran nih Abang cuma pernah main sama mantan istri Abang dulu?” Bella setengah tak percaya.
“Iya sumpah Mbak, emang kenapa?” tanya pria itu keheranan.
“Jajan juga gak pernah?” tanya Bella lagi sambil meraih penis Leo yang masih tegang yang baru saja lepas dari himpitan vaginanya
Leo menggeleng, menatap wajah Bella yang semakin cantik pasca orgasme dan dalam keadaan basah di bawah siraman shower.
“Saya percaya, orang seperti Abang gak ada bakat untuk bohong” Bella tertawa renyah.
Leo hanya nyengir kuda lalu mencium lembut kening wanita itu. Ketika mencuci batang kelelakiannya di bawah shower. Bella memeluk Leo dari belakang dan membantu mencuci batang itu. Setelah selesai mandi bareng, mereka saling mengeringkan diri dengan handuk. Ketika Leo hendak mengenakan pakaiannya kembali, Bella melarangnya dan menawarkan untuk bermalam di situ.
“Abang capek? Malam ini nginep aja di sini…hujannya juga belum berhenti!” tawar Bella
“Eerrr…Mbak!” Leo menepuk pundak Bella yang membelakanginya
“Iya…eeemmm!”
Saat Bella menoleh, Leo mencuri sebuah ciuman dan dibopongnya Bella ke arah tempat tidurnya yang berukuran queen size dengan warna serba pink. Diletakkannya tubuh telanjang Bella perlahan di tempat tidurnya. Ia ciumi sekujur tubuhnya. Setelah puas, ia berbaring di sebelahnya, tangannya mendekap tubuh wanita itu dan mulutnya menciumi di sekitar daun telinganya sambil tangannya mengelus-elus punggungnya. Tak lama kemudian Bella tertidur dengan senyum di bibirnya. Leo mengecup lembut bibirnya, lalu ikut tidur di sampingnya, beredekapan, telanjang di bawah selimut.
Keesokan pagi
Leo terbangun saat ia merasakan ada jari-jari halus meraba-raba dadanya dan ciuman di keningnya. Bella telah lebih dahulu bangun dan dia membangunkan pria itu. Bella mengecup bibir tebal itu perlahan dan mereka pun terlibat dalam sebuah “french kiss”. Tangan Leo mengelusi punggung putih mulus Bella sementara Bella mengelus-elus rambutnya.
“Mbak…bukannya hari ini harus ke bandara? Nanti telat” kata Leo.
“Masih ada waktu…” jawab Bella “pesawatnya berangkat sore jam lima, kenapa gak kita habiskan bersama saja?”
“Apa gak akan ada orang lain lagi ke sini? Kalau kita ketauan kan gak enak” Leo agak was-was kalau ketahuan ia sedang meniduri wanita simpanan orang kaya, bisa-bisa digebuki seperti di film-film.
“Nggak…dia terlalu sibuk jam-jam segini, nanti baru nyusul di bandara” Bella tersenyum lalu mengecup kembali bibir Leo. “pokoknya Bang…sekarang ini waktu cuma buat kita berdua, santai dan nikmati aja!”
Bella mulai menciumi sekujur tubuh sopir taksi itu, menjilati dadanya dan menggelitiki putingnya dengan lidahnya. Tangannya menjalari sekujur tubuhnya dan meraba-raba batang kelelakian Leo, memainkannya, mengelus dan mengurutnya sehingga penis itu pun bangun dari tidurnya. Bella tersenyum. Perlahan, disusurinya perut, pusar dan pinggangku dengan lidahnya.
“Eeemmhh…Mbak!” desah Leo yang merasakan geli-geli nikmat yang membuatnya merinding. Ia mengusap-usap kepala Bella dengan penuh kelembutan. Disisirnya rambut wanita itu dengan jari-jarinya dan sesekali diraba-raba tengkuk dan balik telinganya.
Perlahan jilatan lidah Bella semakin turun ke arah selangkangan Leo. Dengan jemari tangan kirinya yang halus, ia menggenggam penis Leo, mendongakkannya, dan dia mulai menjilati daerah pangkalnya. Disusurinya penis itu dengan lidahnya hingga ke ujungnya yang bersunat. Ia memutar-mutar ujung lidahnya ke arah lubang dan sekitarnya pada ujung batang penis pria itu. Ia memang profesional dalam membuat Leo merasa seperti melayang.
Dari ujung penis itu, Bella kembali menyusurinya hingga ke bawah, menjilat-jilat buah pelirnya, sesekali mengecup dan agak menghisapnya. Rasa aneh antara sakit, geli, dan enak membuat Leo menggeliat-geliat.
“Enakkhh…Mbak…geli…uuhh” desah Leo sambil meremasi rambut Bella.
Bella memandang pria itu dengan pandangan mata yang menggemaskan
“Sungguh bidadari sejati.. betapa cantiknya kamu Bella!” kata Leo dalam hatinya
Tiba-tiba Bella berhenti melakukan oral seksnya. Dia mendekati wajah Leo. Menciumnya dengan mesra dan lembut bibir tebal pria itu. Kemudian ia membalikkan badannya dan membelakangiku, seperti posisi “69”. Ia memegangi penis Leo dan mulai menghisap, mengulum dan menjilatinya.
Kembali rasa geli dan nikmat mendera pria itu. Ia mencium wangi harum yang khas dari gerbang kewanitaan Bella yang terpampang menantang di depan wajahnya. Gerbangnya sudah mulai terbuka, berwarna merah muda dengan dihiasi bulu-bulu halus dan dicukur rapi. Penisnya berdenyut-denyut di antara hisapan dan geseran lidah wanita itu. Ia memegangi dan mengelus pantat Bella dengan kedua tangannya. Ia arahkan gerbang kewanitaannya ke arah mulutnya. Dijilatinya bibir vagina itu dan daerah sekitarnya. Bella mengerang di antara hisapan-hisapannya pada batang kemaluan Leo. Vagina itu mulai licin dan basah, serta terus menebarkan aroma yang khas harum karena rajin dirawat.
Leo mendapati sebuah tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya, dijilatinya benda itu. Bella pun mengerang dan mendesis, sejenak melepaskan batang kelelakian itu dari mulutnya. Leo menjilat dengan lembut dan sesekali lidahnya menggeser-geser tonjolan kecil yang ada di belahan gerbang kewanitaan Bella. Bella mendongakkan kepalanya dan mendesis-desis kenikmatan sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Oooh Bang… kok jilatannya enak bangethhh!” kata Bella di antara erangannya.
Bella mengurut dan mengocok penis itu makin cepat sambil mulutnya menghisap ujungnya. Kedua tangan Leo tidak tinggal diam saat lidahnya beraktivitas. Terkadang jari-jari tangannya menggaruk mesra punggung Bella dengan lembut, atau meraba, mengusap dan memainkan pBelladaranya yang menggantung menantang di atas perutnya.
Setelah beberapa lama saling menjilat, menghisap dan menikmati permainan ini, Bella beranjak dari posisinya.
“Bang…sekarang yah!” katanya sambil memegang penis yang tegang tegak kaku menghadap langit-langit.
Bella mengangkangi Leo sambil memunggunginya. Ia mengarahkan batang kelelakian itu ke gerbang kewanitaannya. Leo menggeser-geserkan ujung penisnya pada tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya untuk membantu penisnya masuk. Bella memejamkan matanya sambil mendesah saat penis pria itu memasuki liang kemaluannya yang sudah licin basah. Pelan.. lembut.. Bella perlahan menurunkan pantatnya, membuat penis itu masuk semakin dalam. Terus turun hingga akhirnya mentok dan menyisakan kira-kira seperempat dari panjang penis pria itu. Bella agak terpekik saat ujung penis itu menyentuh dinding rahimnya. Kemudian Bella mulai menggoyangkan pantatnya naik-turun-naik-turun. Pada mulanya perlahan hingga beberapa gerakan, akhirnya Bella semakin cepat. Mereka menikmati sensasi yang luar biasa saat kedua alat kelamin keduanya menyatu dan saling bergesekan. Bella berulang kali mendesah, melenguh, mendesis, meracaukan kata-kata yang tak jelas. Leo juga menikmatinya dengan pikiran yang melayang meresapi rasa geli dan nikmat yang menjalari sekujur tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, Leo mengangkat badannya sekitar 45 derajat dan bersandar pada kepala tempat tidur Bella. Bella sambil membelakangi bertumpu pada perut pria itu dan terus mengBellah tubuhnya naik-turun pada selangkangan pria itu divariasikan dengan memutar-mutar pinggulnya.
“Aaaghh.. Mmmbbakkk..” teriak Leo sambil memegangi pinggangnya yang ramping dan putih mulus karena penisnya serasa dipelintir ketika Bella meliuk-liukkan tubuhnya.
Ia meraih tubuh Bella dari belakang. Ia remas-remas lembut kedua pBelladaranya yang terasa keras tapi kenyal. Putingnya ia pilin-pilin dengan mesra. Bella menghentikan sejenak Bellanan pantatnya. Dia mendesah, mendesis. Leo merasakan batang kemaluannya dan liang kemaluan Bella sama-sama berdenyut-denyut. Diciuminya tengkuk wanita itu, sesekali digigit-gigit ringan tengkuk, bahu kanannya, dan belakang telinganya.
“Putar sini Mbak!” pinta Leo pada Bella untuk membalikkan posisinya.
Wanita itu berbalik tanpa melepaskan batang kemaluan Leo dari liang kemaluannya. Batang kemaluan itu pun serasa ada yang memuntirnya. Sekarang keduanya berhadapan. Mereka saling memeluk, saling meraba. Leo mereasakan penisnya masih berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Bella yang juga terasa berdenyut-denyut seperti menghisap batang kemaluan itu. Mereka berpagutan, saling menggigit, menghisap dan mengulum. Tangan dan jemari Leo dengan lincahnya bergerak di sekujur badan Bella, membuat wanita itu kegelian dan merinding. Sekitar setengah jam dalam posisi demikian, akhirnya Leo merasakan ada sensasi luar biasa yang membuat tubuhnya serasa mau meledak. Ia mengerang dan mengatur napasnya. Rasanya ada gelombang besar dari pinggangnya yang hendak mencari jalan keluar melalui batang kemaluannya.
“Mbak Bella sayang…saya hampir keluar sedikit lagi..” kata Leo terengah-engah.
“Barengan ya Bang!” jawab Bella lalu memagut bibir tebal pria itu
Leo pun balas menciumnya. Mereka sama-sama diam dalam posisi berciuman sambil terus memacu tubuh. Leo merasakan seperti ada aliran listrik mulai merayapi sekujur tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa hangat, begitu juga dengan tubuh Bella. Sambil terus bermain lidah, mereka menikmati sensasi yang luar biasa itu.
“Aaaaahhhhh….!!” erang Leo melepas ciuman
“Iyaahhhh….teruusss…..teruussshhh!!”Bella juga merasakan hal yang sama
Leo merasa seperti melayang ke langit. Senyap, pandangan matanya berkunang-kunang walaupun memejamkan matanya. Rasa nikmat yang aneh disertai oleh rambatan sensasi menjalari setiap bagian tubuh mereka. Mereka mengejang hingga akhirnya merasakan suatu yang sangat melegakan. Nikmat…cahaya terang yang membuat berkunang-kunang itu berubah menjadi kegelapan. Ia rubuh menindih tubuh Bella, mereka terdiam dengan nafas naik turun. Bella menatap wajah ndeso si sopir taksi, dia tersenyum penuh arti dan kemudian mencium keningnya. Leo balas memagut kecil dagu Bella. Tak lama, Bella mendorong tubuh pria itu hingga berbaring saling bersebelahan.
“Istirahat dulu yuk, abis ini kita makan!” kata Bella lalu mengajak Leo kembali ke balik selimut. Mereka berpelukan sambil masih dalam kondisi sama-sama telanjang bulat.
Sore harinya
Satu hal yang mengganjal di hati Leo sejak peristiwa semalam dan tadi pagi, ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Bella namun belum ada keberanian untuk itu. Leo memang pria yang tulus, namun pengetahuannya tentang wanita terbilang minim. Kepada mantan istrinya dulu saja ia tidak pernah mengatakan ‘saya cinta kamu’ karena memang mereka dijodohkan. Pasangan yang ketika itu masih sangat hijautidak pernah merasakan saat-saat romantis hingga akhirnya perceraian mereka. Sepanjang perjalanan ke bandara ia tidak ada kesempatan untuk itu karena Bella sibuk bicara melalui ponselnya, yang pertama dengan seorang teman, yang kedua dengan si direktur, yang membakar api cemburu dalam hati Leo. Ketika taksi yang dikemudikannya akhirnya tiba di bandara, Leo turun duluan dan menurunkan barang bawaan Bella dari bagasi, saat itu Bella masih berbicara di ponselnya. Ini adalah saat terakhir, juga mumpung antrian kendaraan di gerbang keberangkatan tidak terlalu padat, maka Leo pun membulatkan tekadnya, ia masuk ke jok kemudi. Bella baru saja hendak membuka handle pintu belakang ketika sopir taksi itu akhirnya berseru.
“Bella, tunggu!” pertama kali ia memanggil wanita itu dengan namanya.
Ia mengurungkan niatnya dan memandang nya. Matanya bertanya. Dada pria itu berdegup kencang.
“Saya mencintai kamu, Bella,” Leo mengungkapkan perasaan itu dengan tenggorokan tercekat.
Bella menatap tak percaya. Leo segera meraih tangannya, meraba jemarinya yang halus, mengalirkan keyakinan. Mata mereka saling bertatapan tanpa berkata-kata, hening selama beberapa saat
“Hentikan semua ini, Bella. Kamu seharusnya hidup lebih layak, terhormat dan bernilai. Apa yang kamu lakukan selama ini hanya akan membuat hidupmu didera kesalahan dan dosa. Hiduplah dengan saya. Kita kawin. Saya berjanji akan membahagiakan kamu.”
Bella menggigit bibir. Ia tampaknya memikirkan sesuatu. Leo berharap-harap cemas dalam hatinya, ia menggigit bibir bawahnya dan jantungnya berdebar kencang sekali, inilah pertama kalinya dalam hidup ia terus terang mengungkapkan cinta pada seorang wanita. Ia sudah menabah-nabahkan hati untuk siap menerima kemungkinan terburuk. Matanya memandang Bella dengan tajam dan penuh harap.
Bella akhirnya tersenyum, ia mempererat genggaman tangan si sopir taksi. Tatapan matanya seperti menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang sangat misterius sebelum akhirnya berkata,
“Baiklah Bang….” ia berhenti sesaat, “saya memang harus menentukan pilihan, pada akhirnya. tapi kita hidup dalam dunia yang berbeda. Bang, Abang tak akan bisa memahami saya, seperti saya pun tak bisa memahami Abang. Terima kasih atas ketulusan tawaran Abang. Saya menghargainya. Biarkan saya memilih dan melewati jalan yang menurut saya terbaik. Abang orang baik, terus terang, saya suka Abang, seandainya takdir mempertemukan kita lebih awal atau di tempat yang lain dari sekarang, kita mungkin bisa bersatu. Saya doakan Abang kelak mendapat jodoh yang baik…jauh lebih baik dan suci, tidak seperti wanita di depanmu ini. Maafkan saya…selamat tinggal!” Bella mengucapkannya dengan bibir bergetar, pelupuk matanya basah, namun ia menyekanya cepat-cepat, lalu membuka handle pintu tergesa-gesa dan pergi. Leo tak bisa mencegahnya lagi. Ia hanya sempat memandangi punggungnya serta gaunnya yang berkibar ditiup angin berjalan memasuki bandara ke gerbang keberangkatan, untuk terakhir kali tanpa menoleh ke belakang, dengan pandangan kosong. Terasa ada yang hilang dalam dirinya, bak istana pasir yang diterpa ombak dan lenyap seketika, sesuatu yang tak dapat ia ungkapkan bagaimana adanya. Dua puluh menit Leo termenung di taksinya di luar bandara, matanya kosong menatap langit biru. Sebagian dirinya serasa hilang bersama wanita itu. Tiga batang rokok telah dihabiskannya sejak Bella meninggalkannya tadi.
“Leo…ayo kamu bisa! Dunia belumlah kiamat, kehidupan terus berjalan! Bangkit!! Bangkit!! Jangan harap Bapak akan menemui kamu di akhirat nanti kalau kamu sampai bunuh diri gara-gara patah hati! Bangkit…bangkit…bangg…bangg” Leo sekonyong-konyong mendapat seruan itu dalam lamunannya, almarhum ayahnya seperti sedang menyemangatinya
“Bang….bang…narik ga nih?” tiba-tiba saja sebuah suara dari sebelah menyadarkannya, rupanya ia setengah tertidur di tengah lamunannya.
“Ooohh….iya…iya Pak, narik lah…ayo silakan masuk!” ia membukakan pintu belakang untuk pria berumur empat puluhan itu, “kemana nih Pak?”
“Sudirman, cuma lagi ada demo deket situ…bisa ga Bang? Saya buru-buru nih, daritadi udah dua sopir nolak!” jawab pria yang menenteng tas laptop itu.
“Beres Pak…saya coba lewat jalan tikus, moga-moga keburu!” sahut Leo lalu segera tancap gas dari situ,
“Ayo Leo, kamu bisa, semangat!!” ia kembali menyemangati dirinya, ia harus tegar seperti apa yang selalu ayahnya ajarkan sejak kecil.
Delapan tahun kemudian
Foodcourt sebuah mall
“Oke..oke…, kamu urus saja, yang ginian gak usah pakai lapor, belajar lah memutuskan sendiri!” Leo berbicara lewat ponsel dengan seseorang, “pokoknya pastikan jangan sampai terlambat, ketepatan waktu yang bikin perusahaan kita dipercaya orang, ngerti?!”
“Baik Pak…saya usahakan sebaik mungkin, Bapak tenang aja, nanti saya kabari lagi” jawab suara di seberang sana.
“Gitu dong….oke ditunggu kabar baiknya, sampai nanti ya!” ia menuntup pembicaraan lalu melanjutkan makannya yang tinggal sedikit lagi.
Leo yang sekarang sudah berbeda dari Leo yang dulu, rambutnya kini telah dicukur cepak dan rapi, sebagian kecil nampak telah beruban, di atas bibirnya yang tebal itu telah tumbuh kumis tipis. Soal level kegantengan yang di bawah rata-rata sih memang tidak terlalu mengalami kemajuan, tapi kini ia terlihat lebih dewasa. Pakaian yang melekat di tubuhnya bukan lagi seragam sopir taksi seperti dulu, melainkan sebuah kaos berkerah merek ternama dan ponsel yang dipakainya bukan lagi barang seken atau murahan lagi, melainkan keluaran terbaru yang masih mulus. Hasil kerja keras, pengalaman dan tabungannya selama ini telah mengubah nasibnya, kini ia telah memiliki sebuah perusahaan travel yang sangat berkembang, bahkan telah membuka cabang di kota lain. Ia baru saja menyeruput minumannya ketika sesuatu tiba-tiba membentur sepatunya. Ia melongok ke bawah meja dan menemukan sebuah mobil-mobilan. Seorang bocah laki-laki mengejar dari belakang dan hendak mengambil mobil itu.
“Michael…Mom said don’t play it here…now you see!” sahut seorang wanita
Leo memungut mainan itu dan memberikannya kembali pada si bocah berparas blasteran bule itu.
“Thank you sir!” kata si anak.
“Maaf ya Pak…come say sorry to uncle!” kata wanita itu, “Hah….kamu!”
Leo juga tertegun begitu melihat ibu dari anak itu, mereka saling tatap selama beberapa saat seperti tidak percaya pengelihatan masing-masing.
“Leo? Bang Leo?” wanita itu membuka suara duluan.
“Iya…Bella kan?” yang dijawab wanita itu dengan anggukan kepala.
Tidak banyak yang berubah pada wanita itu, ia tetap cantik dan tubuhnya masih langsing walau telah memiliki anak. Rambutnya kini agak bergelombang dan disepuh kecoklatan. Pakaian yang dikenakannya serta wajahnya dengan make up tipis membuat penampilannya jadi keibuan.
“Eeemmm…sudah lama ga jumpa ya…gimana kabarnya sekarang?” sapa Leo yang merasa senang kembali bertemu dengan wanita itu, ia sangat penasaran dengan kabarnya selama tujuh tahun ini yang tidak pernah kedengaran lagi, “ayo duduk dulu!”
Bella duduk di depan Leo dan keduanya saling berpandangan dengan gembira.
“Kelihatannya banyak yang sudah berubah” kata Bella melihat penampilan pria yang dulu menjadi sopir langganannya itu yang juga pernah menghabiskan semalam penuh gairah bersamanya.
“Ya…banyak, sangat banyak, kehidupan ini memang dramatis” jawab Leo “kamu di mana saja selama ini? Pulang kampung?”
“Bukan…jauh…jauh sekali, benar kata Abang kehidupan itu dramatis, selain itu juga penuh misteri”
Bella kini telah menikah dengan seorang bule Inggris. Setahun setelah perpisahan mereka di bandara, ia berhenti menjadi wanita simpanan si direktur yang mulai berpindah ke lain hati. Di tengah kesepiannya, ia berkenalan dengan ekspatriat asal Inggris, hubungan mereka makin serius. Pria itu ternyata tulus mencintai Bella tanpa memandang masa lalunya yang kelam, ia sendiri seorang duda tanpa anak. Hubungan mereka pun berlanjut ke pernikahan dan pria itu memboyong Bella ke negaranya. Demikian pula Leo yang kini telah sukses, ia sudah menikah empat tahun yang lalu dan memiliki seorang putri berusia tiga tahun. Mereka berbagi cerita sambil tertawa-tawa, sesekali Bella memperingatkan anaknya yang asyik dengan mainannya agar tidak jauh-jauh darinya.
“Akhirnya, hari ini saya benar-benar lega” kata Leo,
“rasa penasaran selama ini selesai sudah dan kamu menemukan kebahagiaan kamu, seperti yang dulu kita obrolin di taksi, ingat?”
“Ya…doa saya agar Abang mendapat jodoh yang baik pun sudah terjawab. Tuhan memang kadang terlalu baik pada umatnya Bang, saya tidak pernah bermimpi wanita seperti saya akhirnya bisa menjadi ibu dan istri seperti sekarang ini, bagi wanita seperti saya, ini lebih dari yang saya harapkan” mata Bella nampak berkaca-kaca, nampaknya ia antara sedih dan gembira membandingkan dirinya dulu dan sekarang.
“Satu misteri kehidupan yang saya akhirnya singkap hari ini, kadang memang ada dua orang saling mencintai tapi tidak ditakdirkan untuk bersatu, seperti ada jurang yang dalam yang memisahkan mereka, namun pada akhirnya mereka akan menemukan kebahagiaannya di jalannya masing-masing dan bersama pasangannya yang lain yang berada di satu tebing dengan mereka” Leo berfilsafat.
“…..dan kebahagiaan mereka pun bertambah ketika melihat cinta lamanya di seberang jurang itu akhirnya berbahagia walau bersama orang lain” Bella menyambung lalu mereka hening, saling tatap selama kira-kira sepuluh detik sementara Michael asyik membuka tutup pintu mobil-mobilannya.
“Ahahha…abang ambil kuliah filsafat ya setelah saya pergi?” Bella tiba-tiba tertawa renyah sambil menangkap mobil-mobilan yang diluncurkan anaknya padanya di meja.
“Hehe…sopir taksi kaya saya umur waktu itu udah kepala tiga mana sempat kuliah lagi, filsafat itu kadang keluar dari pengalaman hidup kita kok Lin, kan para filsuf sama nabi juga mendapatkannya dari pengalaman hidup dan lingkungan mereka dulu, cuma mereka lebih pandai merenungkan dan mengutarakan pada orang banyak”
“Tuh…kan berfilsafat lagi…hihihi….!” mereka saling tertawa lepas, lega setelah beban di hati masing-masing akhirnya terangkat.
Tiba-tiba BB Bella berbunyi dan ia permisi untuk mengangkatnya.
“Ok baby…we’ll meet you soon!” kata Bella lalu menuntup pembicaraan
“Papanya…udah nunggu di depan ngejemput!” kata Bella, “Oke Bang…kita sudah harus berpisah lagi, tapi kali ini perpisahan yang melegakan, ya kan?” wanita itu lalu bangkit dan berpamitan pada Leo, “Michael, say goodbye to uncle!” katanya pada buah hatinya.
“Eeeii…Ma…udah selesai salonnya?” Leo tiba-tiba melambai ke arah belakang Bella pada seorang wanita lain yang menghampiri mereka, “ini istri saya, Anita!” ia memperkenalkan wanita itu pada Bella, “Ini Bella…langganan taksi dulu waktu narik hehehe….”
“Ya udahlah, rapiin rambut aja ngapain pake lama?” jawab wanita itu lalu beralih menyapa Bella dan anaknya, “Hai….”
Anita dengan senyum ramah menjabat tangan Bella dan juga membelai anak itu, gemas akan wajah indo-nya yang imut-imut. Secara fisik memang Anita kalah dibanding Bella, kulitnya tidak terlalu putih dan agak gemuk, apalagi kini sedang hamil empat bulan. Namun, wanita inilah yang banyak membantu Leo mencapai sukses, ia adalah pedagang kecil di pasar yang adalah tetangga di dekat kontrakan Leo. Seorang wanita yang rajin dan ulet, sudah terbiasa kerja keras membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kue di rumahnya dan secara online, belakangan ia mulai membuat kuenya sendiri. Anita dan keluarganya juga cocok dengan Leo yang jujur dan pekerja keras, hubungan mereka semakin dalam terutama setelah Leo berpisah dari Bella dulu hingga akhirnya mereka menikah dan mempunyai anak. Dari seluruh keuntungan usaha jualan kue keringnya lah Anita membantu Leo mendirikan usahanya sendiri hingga akhirnya sukses setelah melalui jalan yang cukup terjal dan berliku. Mereka pun akhirnya berpisah setelah ngobrol basa-basi sebentar.
“Ayo Pa, kalau telat, nanti kasian Lina nunggu sendirian di sekolah, udah mau jamnya nih!” kata Anita mengajak suaminya untuk segera meninggalkan mall itu.
“Oke Ma, yukk!!” Leo menggandeng tangan istrinya dan mempercepat langkah.
“Omong-omong Papa punya langganan cantik juga ya…pantes Papa betah lama-lama jadi sopir taksi dulu hehehe” canda Anita sambil tetap berjalan.
Leo hanya tertawa nyengir, hatinya tenang kini, ia dan Bella telah menemukan kebahagiaannya masing-masing. Segala sesuatu memang ada waktunya masing-masing, manusia hanya perlu berusaha sebaik-baiknya, kelak karma dan darma akan datang pada saatnya kelak.